Langsung ke konten utama

Politik di Bungkus Agama atau Agama di Bungkus Politik


Banyak elemen masyarakat yang alergi dengan politik, bahkan tukang becak dipinggir jalanpun sempat berkata "sopo wae seng dadi, aku tetep dadi tukang becak" kalau dalam bahasa Indonesia dapat saya artikan "siapapun yang jadi pemimpin, saya tetap jadi tukang becak".

Hal ini terjadi mungkin masyarakat, utamanya elemen bawah sudah sangat kecewa dengan penguasa hasil politik. Mereka menganggap politik adalah sarana untuk menimbun kekayaan pribadi dan golongan, bukan untuk mensejahterahkan rakyatnya. Bahkan lebih ironis lagi, mereka menganggap kebijakan apapun yang dikeuarkan pemimpin, akan selalu merugikan mereka.

Karena hal itulah banyak masyarakat saat pesta demokrasi berlangsung, mereka seakan tidak tertarik sama sekali, walaupun sebenarnya ada harapan mereka kepada penguasa terpilih agar bisa mensejahterahkan kalangan bawah.

Sebenarnya didalam agama Islam sudah diatur segala segi kehidupan manusia, bahkan diluar manusiapun Islam mengaturnya. Islam adalah rahmatanan lil 'alamin, itu dalam bahasa agamanya, Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Akan tetapi jika kita berbicara soal agama, banyak yang berkomentar "politik jangan dibungkus agama".

Sebenarnya Islam memang menaungi segala bentuk kehidupan manusia, termasuk dalam berpolitik. Kita tidak boleh terlalu alergi dengan politik, karena kalau orang Islam tidak berpolitik, dan penguasa bukan dari orang Islam, maka yang perlu dipikirkan adalah dampaknya. Semua kebijakan bisa dipastikan tidak akan berlandaskan Islam, tapi berlandakan agama penguasa.

Istilah "politik dibungus agama" itu sudah tepat. Dalam istilah itu bisa diartikan bahwa politik masih didalam naungan agama Islam. Politik masih dikendalikan dalam koridor agama karena politik masih dibungkus agama. Masih didalamnya agama.

Tingkah laku yang perlu dihindari adalah "agama dibungkus politik". Ini yang menyesatkan karena agama derajatnya dibawah politik. Agama hanya mengikuti alur politik yang terjadi, akibatnya hukum-hukum agama harus menyesuaikan arus politik yang sedang berjalan. Ini bukan menomorsatukan agama. Agama hanya sebagai pelengkap saja, bukan sebagai bidikan utama.

Politik yang menyepelekan agama akan berakibat tidak berjalannya roda politik sesuai dengan jalur. Sehingga bisa dipastikan berbagai hal negatif akan terjadi. Berbagai tindakan KKN akan menjadi makanan sehari-hari.Dan ujung-ujungnya akan berurusan dengan hukum, yang hukum itu sendiri kadang bisa "dibeli" sesuai permintaan penguasa.

Solusi terbaik adalah mengembalikan kiprah politik sesuai dengan fungsinya. Mengembalikan politik kepada agama yang segala bentuk segi kehidupan manusia. Merujuk Al Qur'an dan hadits sebagai sumber utama, serta Ijma' dan Qiyas sebagai rujukan tambahan. Meneladani segala sifat kepemimpinan Rusulllah Muhammad SAW beserta para sahabatnya. Jika hal seperti itu bisa kita laksanakan, Insya Allah kehidupan politik akan menjadi lebih baik.

Semoga Allah SWT senantiasa mengabulkan doa kita bersama. Menjadikan politik sesuai dengan fungsi yang ada didalam agama Islam. Islam rahmatan lil 'alamin. Amin ya robbal 'alamin.

Wallahu A'lam Bishawab
"dan Hanya ALLAH yang Maha Mengetahui"

#1day1nspiration
#NGOPI Ngobrol Pakai Inspirasi Islami
#KhazanahAswaja

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susunan Lengkap PBNU 2015 - 2020

Tak kenal maka tak sayang, itulah yang sering kita dengar. Sebagai seorang nahdliyin (Nahdlatul Ulama), mungkin sebagian besar tidak tahu siapa saja yang menjadi pengurus NU di pusat, atau biasa disebut dengan istilah PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) yang berpusat di Ibu Kota Negara, yaitu Jakarta. Mayoritas para nahdliyin hanya mengikuti secara ritual ibadah mengikuti ASWAJA, namun dalam hal keorganisasian agak sedikit "kurang", semoga ini dapat mengingatkan kembali nama-nama pengurus besar NU : MUSTASYAR K.H. Maemun Zubair Dr. K.H. Ahmad Mustofa Bisri K.H. Nawawi Abdul Jalil K.H. Abdul Muchit Muzadi Prof. Dr. K.H. M. Tholhah Hasan K.H. Dimyati Rois K.H. Makhtum Hannan K.H. Muhtadi Dimyathi AGH Sanusi Baco TGH Turmudzi Badruddin (NTB) K.H. Zaenuddin Djazuli K.H. Abdurrahman Musthafa (NTT) K.H. M. Anwar Manshur K.H. Habib Luthfi bin Yahya K.H. Sya’roni Ahmadi K.H. Ahmad Syatibi K.H. Syukri Unus Dr. H. M. Jusuf Kalla Prof. Dr. Chotibul Umam Prof. Dr. Tengku H. Mus

Mabadi Khairo Ummah

Mabadi khairo ummah adalah gerakan pembentukan identitas dan karakter warga Nahdlatul 'Ulama melalui penanaman nilai - nilai yang dapat dijadikan prinsip dasar atau dengan kata lain Mabadi khairo ummah adalah prinsip dasar untuk membentuk umat terbaik. Mababadi Khairo Ummah merupakan langkah awal untuk pembentukan umat terbaik (Khairo Ummah). Hal ini diperlukan oleh keluarga besar Nahdlatul Ulama agar bisa melaksanakan kiprah NU yang Amar Ma'ruf Nahi Munka r. Kalimat Khairo Ummah diambil dari kandungan Al-Quran Surat Ali Imran ayat 110 yang berbunyi: كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekirany